Nike as kekee
Kriiinggg… Kriiinggg… Kriiinggg… Kriiinggg…
Kudengar beberapa kali telefon rumahku yang bisa langsung terhubung ke saluran telekomunikasi di kamarku berbunyi. Hooaahh… dengan mata yang masih tertutup dan keadaan diri setengah sadar, kujauhkan lambungku dari tempat tidur yang nyaman dan bergegas ke sumber suara. “Assalamu’alaykum..” Kuucapkan salam dengan suara yang aku yakin tidak enak untuk didengar (Hmmh.. maklumlah baru bangun tidur) hehe.. ^_^.Tak ada jawaban, dan kuulangi salamku sekali lagi. tapi tetap tak ada jawaban dari seberang sana. “Ada yang bisa ane bantu?” Tawarku. Tiba-tiba tuut..tuut..tuut..tuut.. terdengar suara telefon diputuskan. “Waduh? Dimatiin? Dasar orang usil! Gini hari udah bikin mood orang jatuh ajah”. Kusimpan gagang telefon dengan rapih diatas meja kayu yang ukirannya terpahat dengan rapih, dan kulemparkan pandanganku kesebuah benda yang bertengger di dinding kamar berukuran 4x5 meter. “Ya Rabby.. Ternyata udah jam 2.39 . Waktunya bermunajat menghadapMu, Alhamdulillah ada yang ngebangunin, hehe.. gak sia-sia dech ada yang nelefon malam-malam, lumayan buat alarm sholat lail ” Bisikku dalam hati. Kulawan segala rasa kantuk dan dinginnya udara. Kuhilangkan segera tabir yang menyekat antara dunia mimpi dengan akhiratku. Kubuka jendela dan terlihatlah taman kecil nan asri yang terhampar membelah halaman, segera kutatap mawar merah segar yang masih diselimuti lapisan embun. Dilangit, Rembulan menggantung dengan berjuta pesonanya ditemani sang bintang yang berpendar seolah-olah menyampaikan bahwa ada beribu doa yang terpanjat di keheningan malam ini. Subhanallah walhamdulillah walaailaha illallah wallahu akbar. Sungguh, semuanya mampu menggetarkan hatiku yang penuh dengan bintik-bintik dosa yang telah menggumpal dan menghitamkan hatiku. Lambat laun perasaan kesal mulai memudar. Dan kubasuh anggota tubuhku dengan dinginnya air, gemericiknya sungguh menenangkan kalbu.
Aku sadar bahwa aku tak ingin melewati duapertiga malam dengan sia-sia, segera kukumpulkan mozaik-mozaik ketakwaan dan penghambaan untuk memuji keindahan DzatNya. Sketsa-sketsa ketakutan memenuhi relung hati, ya.. Aku takut akan segala dosa yang telah sukses aku buat dimasa-masa kejahiliahanku. Semoga cetakan sujud, simpuhan kaki dan terdengadahnya tangan dapat menjadi saksi-saksi dimana tak ada seorang pun yang dapat menolongku, kecuali Dia, Sang Maha Pemberi Ampunan.
Lantunan ayat suci memenuhi ruangan, aku yakin pada saat itu malaikat pun membenarkan apa yang Dia Firmankan dan mencatatnya sebagai amalan yang sholih. Setelah puas berkhalwat dengan Allah, kujatuhkan diri dalam buku-buku tebal yang akan aku pelajari disekolah hari ini. Seperti inilah aku melewati sisa-sisa malamku. Tak terasa gema Illahi telah memenuhi seantero jagat raya, menghangatkan malam yang dingin, membangunkan jiwa-jiwa yang haus akan kasihNya dan menyatukan para jundi-jundi rabbani dalam barisan shaf untuk mengagungkan NamaNya.
“Selamat pagi Aleya..!!” Sapa wanita berwajah tembam. “Eh Pagi juga Ndu!” jawabku sambil memberikan senyum terindah untuk sahabatku yang satu ini. “Cieh, cerah banget mukamu hari ini, Kawan! Haha..” Tepuknya dipundakku. “Hmmh.. boro-boro Ndu, tadi sekitar jam dua-an ada yang nelfon, gajelas banget. Ga ngomong pula, aku harap dia tak menjadi bisu gara-gara mendengar suaraku” Candaku. “Wooo… narsis banget ni anak” protesnya sambil mencubit pahaku. “Awww… apa-apaan sich nii? Baru aja masuk udah ngajak rusuh. Haha.. Aku jitak lho..!!” Ancamku. “Ampun al, ampun al! ^_^.. Janji dech ga bakal menganiaya kamu lagi, ntar aku dimarahin lagi sama penggemarmu Wkwkwk”. “APAAA?? Ich, jail banget sich kamu, mau gosipin aku ma dia? Huuh.. bukan level aku lah yao” Ujarku sambil mencubit pipinya. Hmmh.. begitulah Ndu yang memiliki nama lengkap Kharizma Rindu Inayatullah. Dialah yang membuat hari-hariku lebih berwarna. Celotehnya bikin perut sakit akibat keseringan ketawa. Dan kejailannya udah tingkat akut, jadi sangat sulit untuk disembuhkan.
“Eeeehh.. Cubit-cubit pipi lagi, genit banget sich leya! Haha, aku tau kalo aku ngegemesin, tapi jangan jadi penggemar yang fanatic gitu dech” Ujar Ndu. “Idiiiihhh… Hoeeekk.. males banget jadi penggemarmu, mendingan juga jadi penggemar kebo” Candaku. Kami tertawa berbarengan. Ya.. aku dan Ndu telah mencatat lembaran-lembaran persahabatan dalam sketsa strata terindah disekolah kita. dikelas 11 Ipa 2 lah tempat dimulainya cerita indah itu. Dan aku yakin, cerita kita lebih indah daripada nada flageolet, lebih menggetarkan daripada energy volta dan lebih cerah daripada sinar ultraviolet. Jika dapat kuungkapkan, kita bagaikan dawai yang terikat kedua ujungnya. Akan menghasilkan gelombang transversal yang bersifat stasioner dan akan mencapai resonansi ketika pengertian kita berada dipuncak kemaksimuman, saat itulah timbul gelombang yang mampu menggetarkan udara-udara sekitar dan akan diteruskan ke ketelinga para penikmat kisah indah sebagai musik organa keindahan (Hmmh.. Buat Mrs. Vera, aku kutip ya kata-katanya. Hehe (^_^).
Sebenarnya aku telah mengenal Ndu sejak masuk SMA 01 Bogor, kami sering dilibatkan dalam berbagai Organisasi, seperti ekstrakulikuler, OSIS, kemanusiaan, dan keagamaan. Namun hubungan kami menjadi sangat dekat ketika memasuki tahun ajaran baru (Yaiyalah, orang satu kelas, satu bangku pula) hehe..
“Leya, gimana dong? PR-ku belum selesai semuanya. Kemaren malem ketiduran gara-gara kecapean abis ngubek Gramedia. Buku yang aku pengen belum ketemu”. “Gubrak. Prioritaskan hal yang lebih penting dulu dong Nondh. Makanya kalo ada PR jangan sekali-kali ditunda, suka kebawa males. Jangan dibiasain gitu ya! ” Nasehatku sambil menyerahkan buku matematika yang akan kita nikmati dipelajaran pertama hari ini. “Haha.. Iya dech nona perfeksionis. Biasanya juga kamu suka ngerjain PR disekolah sambil nyontek yang punyanya Rima” Sindir dia. “Eeeehhh.. biarin, itukan dulu. Sekarang udah berubah total koq! Kan mau jadi anak pinter. Gak bakal liat yang punya orang, suka ga ngerti” Ucapku sambil membella diri. “Ekhm.. Jadi ceritanya pengen nyaingin Sang Juara Umum disekolah kita nich? Ga bakal bisa dech nyaingin otaknya Rima!”. Rima yang kebetulan duduk dibelakangku sadar bahwa namanya sedang menjadi perbincangan hangat diantara kita, si wanita berkacamata tebal itu segera menimpuk kita berdua dengan buku yang beratnya melebihi 2 ton (Abisnya tebel banget sich.. hehe). “Heh? Ngapain ngomongin Rima? Pantesan daritadi kupingku panas, Eh ternyata kalian toh yang ngomongin.” Katanya sambil tertawa. “Wadaw, sakit tau Rim” ringis Ndu yang kepalanya benjol 3meter.
Baiklah, akan kuceritakan sedikit tentang kita, sebenarnya selain aku dan Ndu, ada Rima juga Karla yang membuat persahabatan kita lebih kompleks dan beraneka rasa (kayak nano-nano). Hihihi.. Ndu diantara aku, Rima dan Karla adalah anak yang paling manja, paling ga mau ditinggal sendirian. Dan kalau curhat, ehm jangan ditanya dech, pasti ngabisin waktu seabad. Tapi dia orangnya sangat supel, jadi banyak banget kakak kelas yang deket ma dia terus kalo diajak diskusi agama nyambung banget. Berbeda dengan Rima! Rima ga bisa jauh dari namanya buku, paling terkenal dikalangan para guru karena kejeniusannya. Setiap ada tugas atau apapun yang tidak kita mengerti, Rima-lah yang selalu membantu menerangkan sampe kita bener-bener faham. Entahlah, aku pun tak mengerti apa isi otaknya! Bisa kalian bayangkan, soal fisika yang seharusnya dikerjakan dalam waktu2 jam, dia dapat melesaikan hanya dalam waktu 1 jam saja. Pokoknya TOP banget dech. Ada satu personil yang belum aku ceritakan, dialah Karla! Sang pemecah rekor orang yang sering terlambat dikelas, kita terbiasa menjulukinya “Miss Late”. Paling ngebosenin kalo udah ada janji ma dia! Bisa ngaret 1 jam dari waktu yang telah disepakati. Pagi inipun ujung hidungnya belum absen didepan kita, kayaknya alamat si Miss Late bakal terlambat lagi nich! aku jitak kalo sampe telat lagi!
“Leya, ada yang nyariin tuch didepan kelas” Teriak Toni sang Presiden dikelas kesayangan 11 IPA 2 yang terkenal rusuh, bandel, urakan tapi berprestasi. “Siapa Ton?” Tanyaku. “Gak tau ley, temuin aja!”.
“Assalamu’alaykum”. “Wa’alaykumussalam. Ada apa ya kak?” tanyaku. “Ehm, ini Ley, ada rancangan Proposal buat kegiatan PROPAS (Program Peduli Anak Sekolah). Editin ya, ini baru abstraknya tapi udah hampir jadi kok, referensinya liat Proposal yang taun lalu aja. Oh ya, ntar sekalian mintain tanda tangan ketua OSIS, penanggung jawab DKM, bidang kesiswaan ma Kepala Sekolah. Deadline 2 minggu lagi, soalnya 3 minggu mendatang kita bakal ngadain rapat ma Kepala Sekolah dan Alumni. Oh ya, LPJ ada di Widha. Dana yang masuk cek lagi, terus tambahin 4 juta, itu sumbangan dari Alumni angkatan 48. Insya ALLAH, minggu depan bakal survey ke rumah ade-ade PROPAS. Siapin semuanya sebaik mungkin ya!” Pesan ka Wito, dia adalah ketua Organisasi yang biasa kita sebut PROPAS. Organisasi ini mempunyai program yang bergerak dibidang pendidikan, dimana anak-anak yang kurang mampu tapi mempunyai semangat bersekolah tinggi yang menjadi target utama. Dana yang kita dapatkan berasal dari sumbangan para donator, seperti siswa/siswi, guru, alumni, bahkan orang tua murid. Dan Alhamdulillah, aku dipercayakan untuk menjadi pengurus PROGRAM ini. Lumayan melelahkan, tapi semuanya terbayar dengan senyuman tulus dari orang tua dan anak asuh PROPAS. “Insya ALLAH kak, kalo ga ada halangan, Proposalnya bakal jadi seminggu lagi komplit dengan tanda tangannya.”. “Ok. Ditunggu ya ley. Syukron. Assalamu’alaykum..” Pria itu berlalu dengan tangan merapat sambil mendekatkan kedada sebelumnya. “Wa’alaykumussalam warahmatullah”.
Saat akan kulangkahkan kakiku menuju kelas kembali, tiba-tiba “Dorrr… “.
1 Response
  1. alfaqir Says:

    dahsyat,ditunggu cerita selanjutnya


Posting Komentar

Komentarin postingan Nike yuuu..
Sebaik-baiknya orang, yang komentarin blognya nike *sesat.com